11/20/2009

Perencanaan, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum PAI disekolah Menengah

A. Pendahuluan
Kehidupan dan peradaban manusia di awal milinium ketiga ini mengalami banyak perubahan. Dalam merespon fenomena itu. Manusia berpacu mengembangkan pendidikan di segala bidang ilmu termasuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun bersamaan dengan itu muncul sejumlah krisi dalam kehidupan berbangsa dan berbegara. Akibatnya, peranan serta efektivitas pendidikan agama di sekolah sebagai pemberi nilai spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat di pertanyakan. Dengan asumsi jika pendidikan agam dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakat pun akan lebih baik.
Saat ini sering kita kenal istilah Kurikulum , kurikulum adalah sebagai salah satu perencanaan Proses Pendidikan, artinya pendidikan tanpa dirumuskan oleh sebuah kurikulum tenmtunya tidak akan terarah.
Kurikulum merupakan suatu rencana yang dikempangkan sebagai pendukung pelaksanaan belajar mengajar, tak terkecuali Pendidikan Agama Islam sendiri menjadi bagian dari kurikulum karena Agama dan pendidikan adalah dua hal yang satu dengan yang lainnya selalu berhubungan. Hal itu dikarenakan oleh keharusan saling mempengaruhi antara keduanya dalam sistem-sistem tertentu. Agama jika dihubungkan dengan sistem pendidikan nasional pada dasarnya menjadi bagian dari kurikulum, seperti diungkap oleh M. Dawam Raharjo, karena agama dimaksudkan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya, dengan pertama-tama mengarahkan anak didik menjadi “manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pendidikan Agama Islam harus mampu menjawab kebutuhan peserta didik dan masyarakat pemakai kurikulum tersebut. Materi tersebut juga diharapkan dapat merangsang peserta didik menemukan solusi kehidupan dalam kaitannya dengan pola interaksi dengan sekitar, kejiwaan, berperilaku, menghindari pengaruh buruk, menumbuhkan semangat, mengatasi permasalahan-permasalahan, dan tentu saja menumbuh kembangkan semangat keberagamaan yang inklusif humanis yang menuhankan Tuhan dan memanusiakan manusia.
Harapan bahwa Pendidikan Agama Islam lebih dapat memainkan peranannya dalam mengatasi krisis-multidimensional yang dialami bangsa sedemikian kuat mengemuka dari masyarakat yang melihat secara kritis. Pendidikan Agama Islam diharapkan tidak sekedar memfungsikan dirinya sebagai pengajar masalah rukun iman dan Islam atau sekedar menjadi pembela kebenaran agama Islam sebagai agama yang paling diridhai Allah saja. Namun lebih dari itu, Pendidikan Agama Islam seharusnya dapat memfungsikan dirinya untuk membawa peserta didik memahami substansi dari ajaran-ajaran Islam yang sesungguhnya yang tidak anti-realitas. Ketika substansi ajaran Islam belum terinternalisasikan dalam diri peserta didik maka pada dasarnya mereka adalah jiwa yang terdoktrin tanpa mengerti dan mampu mengaktualisasikan ruh ajaran Islam tersebut dalam berbagai dimensi kehidupannya.

B. Prinsip Perencanaan, Pembinaan dan pengembangan Kurikulum PAI.
Kegiatan Pembelajaran yang diselenggarakan oleh setiap guru, selalu bermula dari dan bermuara pada komponen-komponen pembelajaran yang tersurat dalam kurikulum, pernyataan ini didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru merupakan bagian utama dari pendidikan Formal yang syarat mutlaknya adalah adanya kurikulum sebagai pedoman, dengan demikian guru membuat rancangan pembelajaran dan melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum yang ada.
Dalam implementasinya juga lebih di dominasi pencapaian kemampuan kognitif. Kurang mengakomodasikan keragaman kebutuhan daerah. Meski secara nasional kebutuhan keberagamaan siswa pada dasarnya tidak berbeda. Denganpertimangan ini, maka disusun kurikulum nasional pendidikan agama islam yang berbasis pada kompetensi dasar yang mencerminkan kebutuhan keberagamaaan secara nasional. Standar ini diharapkandapat dipergunakan sebagai acuan dalam mengembangkan kurikulum pendidikan agama Islam sesuai dengan kebutuhan daerah/ sekolah.
Berdasarkan pandangan Ralph Tyler tersebut di atas ditunjukkan bahwa keberhasilan kegiatan pengembangan kurikulum dalam proses pendidikan dan pengajaran menuntut beberapa yang pokok yang harus di pertimbangkan oleh para pengembang kurikulum.
1. adalah falsafah hidup bangsa, sekolah dan guru itu sendiri. Dalam hal ini, falsafah negara indonesia adalah pancasila.
2. pertimbangan harapan, kebutuhan dan / permintaan msyarakat akan produk pendidikan.
3. Hal yang paling penting dalam pengembangan kurikulum adalah kesesuaian kurikulum dengan kondisi peserta didik, sebab kurikulum pada dasarnya adalah untuk peserta didik.
4. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu yang tidak dapat di pungkiri lagi untuk di pertimbangkan dalam proses pengembangan kurikulum. Pada hakekatnya kurikulum bersikap ilmu pengetahuan dan teknologi (meskipun tidak semua isi kurikulum berupa ilmu pengetahuan dan teknologi).
Dr. Dimyati dan Drs. Mudsiono mengatakan “Guru dapat dikatakan sebagai pemegang peran penting dalam pengimplementasian Kurikulum, baik dalam rancangan maupun dalam tindakannya”.
Dan Dalam merencanakan Kurikulum PAI, Prof. H.M Arifin MEd., Mengemukakan bahwa “prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada waktu menyusun kurikulum mencakup 4 Macam yaitu :
1. Kurikulum Pendidikan yang sejalan dengan idealitas Islami adalah kurikulum yang mengandung materi (bahan) ilmu pengetahuan yang mampu berfungsi sebagai alat untuk tujuan hidup Islami.
2. Untuk berfungsi sebagai alat yang efektifmencapai tujuan tersebut kurikulum harus mengandung tata nilai Islami yang intrinsik dan Ekstrinsik mampu merealisasikan tujuan Pendidikan Islam.
3. Kurikulum yangbercirikan Islami itu diproses melalui metode yang sesuai dengan nilai yang terkandung dalam tujuan Pendidikan Islam.
4. Antara kurikulum, metode dan tujuan Pendidikan Islam harus saling berkaitan dan saling menjiwai dalam proses mencapai produk pendidikan yang bercita-citakan menurut ajaran Islam.
Menurut Al-Abrasyi, dalam merencanakan kurikulum pendidikan Islam seharusnya mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Harus ada mata pelajaran yang ditujukan untuk mendidik rohani atau hati peserta didik.
2. Mata pelajaran harus ada yang berisi tuntunan tentang cara hidup. Yaitu ilmu fiqih dan ilmu akhlak.
3. Mata pelajaran yang diberikan hendaknya mengandung kelezatan ilmiah. Yaitu yang sekarang disebut orang mempelajari ilmu untuk ilmu.
4. Mata pelajaran yang harus diberikan harus bermanfaat secara praktis bagi kehidupan, dengan kata lain ilmu itu harus terpakai.
Dari prinsip yang dikemukakan diatas, maka sebagian pakar yang mengungkapkan prinsip dalam kurikulum pendidikan islam. Dari berbagai tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam mengorientasikan pendidikan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena yang menjadi pokok dari tujuan pendidikan islam tidak lain adalah terwujudnya insan kamil yang berguna bagi bangsa, negara dan agama.

C. Landasan Kurikulum PAI
Pendidikan Islam megusahakan untuk menginternalisasikan nilai-nilai agama Islam sebagai titik sentral tujuan dari proses pembelajaran pendidikan Islam itu sendiri. Oleh karena itu yang menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam adalah :


a. Dasar Agama
Kurikulum pendidikan Islam harus di dasarkan pada Al-Qur’an dan al-Hadist sebagai sumber utama agama Islam. Ditambah lagi berbagai sumber yang bersifat furu’.
b. Dasar Falsafah
Dasar ini memberikan pedoman bagi pendidikan Islam secara filosofis sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran baik di tinjau segi ontologi, epistimologi maupun aksiologi.
c. Dasar Psikologis
Dasar ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulum yaitu sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya, memperhatikan kecakapan pemikiran perseorangan antara peserta didik satu dengan yang lain.
d. Dasar Sosial
Kurikulum ini harus mengakar terhadap masyarakat perubahan dan perkembangannya, apa saja yang akan di pelajari harus sesuai dengan kebutuhan dalam masyaraakat, kebudayaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
e. Dasar Organisatoris
Dasar ini memberikan landasan dalam penyusunan bahan pembelajaran beserta penyajiannya dalam proses pembelajaran serta bagaimana bahan pembelajaran itu disusun.

D. Kurikulum PAI Disekolah Menengah
1. Kurikulum PAI di SMP
Struktur kurikulum di SMP meliputi subtansial pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama di tahun, mulai kelas VII s/d kelas IX. Ketentuan struktur kurikulumnya antara lain:
a) Menurut 10 mata pelajaran muatan lokal dan pengembangan diri.
b) Jam pembelajaran dialokasikan untuk setiap mata pelajaran satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam pembelajaran perminggu secara keseluruhan.
c) Alokasi waktu 1 jam pembelajaran adalah 40 menit.
d) Jumlah jam pembelajaran perminggu adalah 34 jam.
e) Minggu efektif dalam stu tahun pembelajaran (2 semester) adalah 34 s/d 38 minggu.
Terkait dengan kelompok mata pelajaran untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a) Agama dan Akhlak mulia
b) Kewarga negaraan dan kepribadian
c) Ilmu pengetahuandan teknologi
d) Estetika
e) Jasmani, olahraga dan kesehatan.
Terkait dengan pendidikan agama di SMP, tercakup dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam yang meliputi aspek al-Qur’an, aqidah akhlak, Syariat dan Tarekh, tergabung dalam satu mata pelajaran dan dilaksanakan dua jam pelajaran tiap minggunya. Berikut standar kompetensi lulusan mata pelajaran PAI di SMP sebagaai berikut:
a) Merupakan tata cara membaca al-Qur’an menurut tajwid dari cara membaca “ al-Syamsiyah dan al-Qamariyah” sampai kepada menerapkan hukum bacaan mad dan waqof.
b) Meningkatkan dan pengenalan kayakinan terhadap aspek-aspek rukun iman pada qodlo dan qodar serta Asmaul Husnah.
c) Menjelaskan dan membiasakan perilaku terpuji seperti qonaah dan menjauhkan diri dari perilaku tercelaseperti amarah, Hasad,Ghodop dan Namimah.
d) Menjelaskan tata cara mandi wajib dan salat-salat munfarid dan jamaah baik sholat wajib maupun sunnah.
e) Memahami dan meneladani sejarah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat sert menceritakan sejarah masuk dan berkembangnya Islam di nusantara.

2. Kurikulum PAI di SMA
Struktur kurikulum SMA meliputi subtansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai dari kelas X sampai dengan XII. Ketentuan adalah:
a) Kurikulum kelas X terdiri dari 16 mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Untuk kelas XI dan XII program PAI, Program IPS, program bahasa dan program keagamaan terdiri dari 13 mata pelajaran muatan lokal dan pengembangan diri.
b) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pelajaran, per minggu secara keseluruhan.
c) Alokasi waktu satu jam pelajaran dalah 45 menit.
d) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-s/d 38 minggu.
Adapun tujuan umum kurikulum pendidikan SMA yaitu:
a) Mendidik untuk menjadi WNI yang berpedoman pancasila.
b) Memberikan kemampuan sebagai bekal siswa untuk melanjutkan keperguruan tinggi.
c) Memberikan kemampuan kepada siswa untuk siap terjun kedunia kerja setelah lulus dari SMA.
Dari segi tujuan pendidikan agama Islam dalam kurikulum SMA yaitu:
a) Menjadi salah satu tujuan khusus dalam ranah kognitif yakni memilki pengethuan agama dan kepercayaan sesuai dengan ketuhanan Yang Maha Esa.
b) Menjadi tujuan khusus dalam ranah afektif yaitu menerima dan melaksanakan ajaran-ajaran agama atau kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
c) Menjadi tujuan khusus dalam ranah psikomotorik yaitu memiliki berbagai cabang lahraga, seni budaya dan kesenian yang bernafaskan islam.
d) Mata pelajaran PAI dikategorikan dalam program pendidikan inti yaitu program yang wajib di ikuti oleh kelas X sampai dengan XII.

E. Penutup
Demikianlah Pembahasan Mengenai Perencanaan, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum PAI disekolah menengah, yang pada intinya guru yang mempunyai peran dalam merumuskan, baik itu metode dan pengembangan Kurikulum seperti yang sudah digambarkan melalui Kurikulum, beberapa tokoh mengunmgkapkan bahwa Kurikulum PAI seharusnya bahwasanya pendidikan Islam mengorientasikan pendidikan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena yang menjadi pokok dari tujuan pendidikan islam tidak lain adalah terwujudnya insan kamil yang berguna bagi bangsa, negara dan agama.
Oleh karenanya untuk mencapai prinsip dan tujuan kurikulum Pendidikan Islam harus disesuiakan dengan dasar Pendidikan itu sendiri yakni :
1. Dasar Agama
2. Dasar Filosofis
3. Dasar Psikologis
4. Dasar Sosial
5. Dasar Organisatoris
Prinsipnya bahwa Kurikulum Pendidikan Islam pendidikan islam mengorientasikan pendidikan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga muncullah konsep insane kamil yaitu sempurna di dunia (berinteraksi dengan makhluk Allah dan berhubungan denganTuhannya/ ALLAH).
Adapun Perencanaan, pembinaan dan Pengembangan Kurikulum disekolah Menengah dalam hal ini SMP atau SMA, sebenarnya sudah mencakup seluruh indikator namun dengan terbatasnya waktu maka sangatlah sulit dalam penerapannya dalam pembelajaran sehingga hasilnya pun belum bisa maksimal.
Dalam pengembangannya kurikulum PAI sekarang ini sudah menitik beratkan pada :
1. Lebih menitik beratkan pencapaian target (attainmet targets) dari pada penguasaan materi.
2. LEbih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.
3. memberikan kebebasan yang lebih luas untuk pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.

Daftar Pustaka
1. M. Ahmad, dkk. Pengembangan Kurikulum. http/website : www.wikipedia.org
2. Dr. Dimyati dan Drs. Mudsiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta 2006.
3. Dra. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2005.
4. Abdul Majid, dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2004.
5. Nana Sudjana,. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung Sinar BAru Al-gesindo. 1996.

7/28/2009

PERAN, FUNGSI DAN POSISI MAHASISWA

Mahasiswa dapat dikatakan sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat, dengan kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya, mahasiswa mampu berada sedikit di atas masyarakat. Mahasiswa juga belum tercekcoki oleh kepentingan-kepentingan suatu golongan, ormas, parpol, dsb. Sehingga mahasiswa dapat dikatakan (seharusnya) memiliki idealisme. Idealisme adalah suatu kebenaran yang diyakini murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut.
Berdasarkan berbagai potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh mahasiswa, tidak sepantasnyalah bila mahasiswa hanya mementingkan kebutuhan dirinya sendiri tanpa memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negaranya. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan pula rakyat, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Oleh karena itu perlu dirumuskan perihal peran, fungsi, dan posisi mahasiswa untuk menentukan arah perjuangan dan kontribusi mahasiswa tersebut.
1. Peran Mahasiswa
1.1 Mahasiswa Sebagai “Iron Stock”
Mahasiswa dapat menjadi Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.
Dalam konsep Islam sendiri, peran pemuda sebagai generasi pengganti tersirat dalam Al-Maidah:54, yaitu pemuda sebagai pengganti generasi yang sudah rusak dan memiliki karakter mencintai dan dicintai, lemah lembut kepada orang yang beriman, dan bersikap keras terhadap kaum kafir.
Sejarah telah membuktikan bahwa di tangan generasi mudalah perubahan-perubahan besar terjadi, dari zaman nabi, kolonialisme, hingga reformasi, pemudalah yang menjadi garda depan perubah kondisi bangsa.
Lantas sekarang apa yang kita bisa lakukan dalam memenuhi peran Iron Stock tersebut ? Jawabannya tak lain adalah dengan memperkaya diri kita dengan berbagai pengetahuan baik itu dari segi keprofesian maupun kemasyarakatan, dan tak lupa untuk mempelajari berbagai kesalahan yang pernah terjadi di generasi-generasi sebelumnya.
Lalu kenapa harus Iron Stock ?? Bukan Golden Stock saja, kan lebih bagus dan mahal ?? Mungkin didasarkan atas sifat besi itu sendiri yang akan berkarat dalam jangka waktu lama, sehingga diperlukanlah penggantian dengan besi-besi baru yang lebih bagus dan kokoh. Hal itu sesuai dengan kodrat manusia yang memiliki keterbatasan waktu, tenaga, dan pikiran.
1.2 Mahasiswa Sebagai “Guardian of Value”
Mahasiswa sebagai Guardian of Value berarti mahasiswa berperan sebagai penjaga nilai-nilai di masyarakat. Lalu sekarang pertanyaannya adalah, “Nilai seperti apa yang harus dijaga ??” Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus melihat mahasiswa sebagai insan akademis yang selalu berpikir ilmiah dalam mencari kebenaran. Kita harus memulainya dari hal tersebut karena bila kita renungkan kembali sifat nilai yang harus dijaga tersebut haruslah mutlak kebenarannya sehingga mahasiswa diwajibkan menjaganya.
Sedikit sudah jelas, bahwa nilai yang harus dijaga adalah sesuatu yang bersifat benar mutlak, dan tidak ada keraguan lagi di dalamnya. Nilai itu jelaslah bukan hasil dari pragmatisme, nilai itu haruslah bersumber dari suatu dzat yang Maha Benar dan Maha Mengetahui.
Selain nilai yang di atas, masih ada satu nilai lagi yang memenuhi kriteria sebagai nilai yang wajib dijaga oleh mahasiswa, nilai tersebut adalah nilai-nilai dari kebenaran ilmiah. Walaupun memang kebenaran ilmiah tersebut merupakan representasi dari kebesaran dan keeksisan Allah, sebagai dzat yang Maha Mengetahui. Kita sebagai mahasiswa harus mampu mencari berbagai kebenaran berlandaskan watak ilmiah yang bersumber dari ilmu-ilmu yang kita dapatkan dan selanjutnya harus kita terapkan dan jaga di masyarakat.
Pemikiran Guardian of Value yang berkembang selama ini hanyalah sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada sebelumya, atau menjaga nilai-nilai kebaikan seperti kejujuran, kesigapan, dan lain sebagainya. Hal itu tidaklah salah, namun apakah sesederhana itu nilai yang harus mahasiswa jaga ? Lantas apa hubungannya nilai-nilai tersebut dengan watak ilmu yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa ? Oleh karena itu saya berpendapat bahwa Guardian of Value adalah penyampai, dan penjaga nilai-nilai kebenaran mutlak dimana nilai-nilai tersebut diperoleh berdasarkan watak ilmu yang dimiliki mahasiswa itu sendiri. Watak ilmu sendiri adalah selalu mencari kebanaran ilmiah.
Penjelasan Guardian of Value hanya sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada juga memiliki kelemahan yaitu bilamana terjadi sebuah pergeseran nilai, dan nilai yang telah bergeser tersebut sudah terlanjur menjadi sebuah perimeter kebaikan di masyarakat, maka kita akan kesulitan dalam memandang arti kebenaran nilai itu sendiri.
1.3 Mahasiswa Sebagai “Agent of Change”
Mahasiswa sebagai Agent of Change,,, hmm.. Artinya adalah mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan. Lalu kini masalah kembali muncul, “Kenapa harus ada perubahan ???”. Untuk menjawab pertanyaan itu mari kita pandang kondisi bangsa saat ini. Menurut saya kondisi bangsa saat ini jauh sekali dari kondisi ideal, dimana banyak sekali penyakit-penyakit masyarakat yang menghinggapi hati bangsa ini, mulai dari pejabat-pejabat atas hingga bawah, dan tentunya tertular pula kepada banyak rakyatnya. Sudah seharusnyalah kita melakukan terhadap hal ini. Lalu alasan selanjutnya mengapa kita harus melakukan perubahan adalah karena perubahan itu sendiri merupakan harga mutlak dan pasti akan terjadi walaupun kita diam. Bila kita diam secara tidak sadar kita telah berkontribusi dalam melakukan perubahan, namun tentunya perubahan yang terjadi akan berbeda dengan ideologi yang kita anut dan kita anggap benar.
Perubahan merupakan sebuah perintah yang diberikan oleh Allah swt. Berdasarkan Qur’an surat Ar-Ra’d : 11, dimana dijelaskan bahwa suatu kaum harus mau berubah bila mereka menginginkan sesuatu keadaan yang lebih baik. Lalu berdasarkan hadis yang menyebutkan bahwa orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin adalah orang yang beruntung, sedangkan orang yang hari ini tidak lebih baik dari kemarin adalah orang yang merugi. Oleh karena itu betapa pentingnya arti sebuah perubahan yang harus kita lakukan.
Mahasiswa adalah golongan yang harus menjadi garda terdepan dalam melakukan perubahan dikarenakan mahasiswa merupakan kaum yang “eksklusif”, hanya 5% dari pemuda yang bisa menyandang status mahasiswa, dan dari jumlah itu bisa dihitung pula berapa persen lagi yang mau mengkaji tentang peran-peran mahasiswa di bangsa dan negaranya ini. Mahasiswa-mahasiswa yang telah sadar tersebut sudah seharusnya tidak lepas tangan begitu saja. Mereka tidak boleh membiarkan bangsa ini melakukan perubahan ke arah yang salah. Merekalah yang seharusnya melakukan perubahan-perubahan tersebut.
Perubahan itu sendiri sebenarnya dapat dilihat dari dua pandangan. Pandangan pertama menyatakan bahwa tatanan kehidupan bermasyarakat sangat dipengaruhi oleh hal-hal bersifat materialistik seperti teknologi, misalnya kincir angin akan menciptakan masyarakat feodal, mesin industri akan menciptakan mayarakat kapitalis, internet akan menciptakan menciptakan masyarakat yang informatif, dan lain sebagainya. Pandangan selanjutnya menyatakan bahwa ideologi atau nilai sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Sebagai mahasiswa nampaknya kita harus bisa mengakomodasi kedua pandangan tersebut demi terjadinya perubahan yang diharapkan. Itu semua karena kita berpotensi lebih untuk mewujudkan hal-hal tersebut.
Sudah jelas kenapa perubahan itu perlu dilakukan dan kenapa pula mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam perubahan tersebut, lantas dalam melakukan perubahan tersebut haruslah dibuat metode yang tidak tergesa-gesa, dimulai dari ruang lingkup terkecil yaitu diri sendiri, lalu menyebar terus hingga akhirnya sampai ke ruang lingkup yang kita harapkan, yaitu bangsa ini.
2. Fungsi Mahasiswa
Berdasarkan tugas perguruan tinggi yang diungkapkan M.Hatta yaitu membentuk manusisa susila dan demokrat yang
1. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat
2. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan
3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat
Berdasarkan pemikiran M.Hatta tersebut, dapat kita sederhanakan bahwa tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan akademis, yang selanjutnya hal tersebut akan menjadi sebuah fungsi bagi mahasiswa itu sendiri. Insan akademis itu sendiri memiliki dua ciri yaitu : memiliki sense of crisis, dan selalu mengembangkan dirinya.
Insan akademis harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini akan tumbuh dengan sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu mencari pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi dan terlebih lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya.
Insan akademis harus selalu mengembangkan dirinya sehingga mereka bisa menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan.
Dalam hal insan akademis sebagai orang yang selalu mengikuti watak ilmu, ini juga berhubungan dengan peran mahasiswa sebagai penjaga nilai, dimana mahasiswa harus mencari nilai-nilai kebenaran itu sendiri, kemudian meneruskannya kepada masyarakat, dan yang terpenting adalah menjaga nilai kebenaran tersebut.
3. Posisi Mahasiswa
Mahasiswa dengan segala kelebihan dan potensinya tentu saja tidak bisa disamakan dengan rakyat dalam hal perjuangan dan kontribusi terhadap bangsa. Mahasiswa pun masih tergolong kaum idealis, dimana keyakinan dan pemikiran mereka belum dipengarohi oleh parpol, ormas, dan lain sebagainya. Sehingga mahasiswa menurut saya tepat bila dikatakan memiliki posisi diantara masyarakat dan pemerintah.
Mahasiswa dalam hal hubungan masyarakat ke pemerintah dapat berperan sebagai kontrol politik, yaitu mengawasi dan membahas segala pengambilan keputusan beserta keputusan-keputusan yang telah dihasilkan sebelumnya. Mahasiswa pun dapat berperan sebagai penyampai aspirasi rakyat, dengan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis masalah yang tepat maka diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang terjadi di masyarakat beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam menjawab berbagai masalah yang terjadi di masyarakat.
Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu menyosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tak jarang kebijakan-kebijakan pemerintah mengandung banyak salah pengertian dari masyarakat, oleh karena itu tugas mahasiswalah yang marus “menerjemahkan” maksud dan tujuan berbagai kebijakan kontroversial tersebut agar mudah dimengerti masyarakat.
Posisi mahasiswa cukuplah rentan, sebab mahasiswa berdiri di antara idealisme dan realita. Tak jarang kita berat sebelah, saat kita membela idealisme ternyata kita melihat realita masyarakat yang semakin buruk. Saat kita berpihak pada realita, ternyata kita secara tak sadar sudah meninggalkan idealisme kita dan juga kadang sudah meninggalkan watak ilmu yang seharusnya kita miliki. Contoh kasusnya yang paling gampang adalah saat terjadi penaikkan harga BBM beberapa bulan yang lalu.
Mengenai posisi mahasiswa saat ini saya berpendapat bahwa mahasiswa terlalu menganggap dirinya “elit” sehingga terciptalah jurang lebar dengan masyarakat. Perjuangan-perjuangan yang dilakukan mahasiswa kini sudah kehilangan esensinya, sehingga masyarakat sudah tidak menganggapnya suatu harapan pembaruan lagi. Sedangkan golongan-golongan atas seperti pengusaha, dokter, dsb. Merasa sudah tidak ada lagi kesamaan gerakan. Perjuangan mahasiswa kini sudah berdiri sendiri dan tidak lagi “satu nafas” bersama rakyat.

7/18/2009

Peran dan tanggung jawab Mahasiswa dalam lingkungan sosial

Mahasiswa menempati kedudukan yang khas (Special position) dimasyarakat, baik dalam artian masyarakat kampus maupun diluar kampus. Kekhasan ini tampak pada serentetan atribut yang disandang mahasiswa, misal : intelektual muda, kelompok penekan (Pressure group), agen pembaharu (Agent of change), dan kelompok anti status quo.
Dalam konteks pergerakan politik di Indonesia, sejarah perjuangan mahasiswa Indonesia sudah eksis sejak sebelum kemerdekaan. Bahkan, dapat dikatakan mereka adalah pelopor pergerakan kemerdekaan secara modern melalui organisasi-organisasi pergerakan mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari kepeloporan mahasiswa Stovia yang dimotori Wahidin Sudirohusodo dalam mempelopori gerakan kemerdekaan dengan organisasi modern. Hal yang kurang lebih sama dilakukan oleh pergerakan mahasiswa dinegeri Belanda, Kelompok Kramat Raya, Pegangsaan, KAMI, Malari, dan yang terakhir jatuhnya rezim Soeharto oleh gerakan Reformasi Mahasiswa. Fakta- fakta ini menunjukkan bahwa mahasiswa adalah kelompok yang selalu berdiri di garda terdepan dalam hampir setiap perubahan yang terjadi.
Dalam perspektif sosial, mahasiswa pun menunjukkan dinamika tersendiri sebagai kelompok yang secara konsisten memperjuangkan hak-hak kaum tertindas serta memberi kontribusi yang tidak kecil dalam rekayasa perubahan sosial menuju masyarakat yang lebih baik. Posisi mahasiswa yang netral (Neutral position) dan tidak mempunyai kepentingan tertentu atau dibawah kepentingan telah menempatkannya pada posisi yang sangat disegani dan dihormati dalam setiap proses perubahan sosial masyarakat.
PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial adalah suatu fenomena yang menarik sebab masalah sosial adalah perkara yang berhubungan dengan persoalan manusia sehingga tak sedikit para ahli soiologi mengkaji masalah ini. Sementara perubahan itu sendiri-baik yang sudah, sedang atau sudah berlangsung- sangat perlu diketahui apakah memberi banyak manfaat (dalam arti mampu memenuhi kebutuhan manusia). Memang, para ahli sosiologi tampaknya belum begitu sepakat tentang pengertian dan penggunaan istilahPerubahan sosial tersebut. Sebagian dari mereka mengartikan istilah itu dengan evolusi, pembangunan, perkembangan, dan perubahan yang terjadi di masyarkat. Dengan kata lain, istilah Perubahan sosial itu terbuka untuk di diskusikan.
Sosiolog Nisbet, membedakan penggunaaan istilah change dengan evolution, dengan maksud untuk mendeteksi “perubahan”. Change diartikannya sebagai terjadinya diskontinuitas dalam proses kehidupan masyarakat ; sementara evolution diartikan sebagai terdapatnya suatu kontinuitas dalam proses yang sama.
Pikiran Marx mengenai perubahan sosial lain lagi. Menurut Marx, jika lapisan atas (supra struktur) ssosial yang memegang kekuasaan karena menguasai alat-alat produksi bertindak sewenang-wenang dan melakukan tekanan terhadap lapisan bawah sosial, orang-orang dalam lapisan terakhir itu akan menuntut suatu perubahan sosial.
KRISIS SOSIAL MASYARAKAT MAJU
Untuk menggambarkan krisis masyarakat maju itu secara fenomenal, ada baiknya diberikan ilustrasi singkat tentang dua ideologi besar yang paling dominan dan berpengaruh terhadap perubahan masyarakat selama ini, yaitu kapitalisme dan sosialisme.
I. Kapitalisme
Landasan ideologi ini adalah pemenuhan kebutuhan atau kepentingan individu sekaligus berarti pemenuhan kebutuhan masyarakat. Alasannya, karena individu merupakan bagian dari masyarakat. Untuk mengoperasionalkan sistem yang sangat individualis ini, ia harus dimoitivasi oleh norma-norma kebebasan dalam politik, ekonomi, intelektual, pribadi dan sebagainya.

Kebebasan ekonomi misalnya, memberikan hak kepada setiap orang untuk melakukan kegiatan apa saja dalam bidang usaha. Tidak menjadi soal, apakah aktivitas ekonomi terd\sebut memberikan berkah atau tidak kepda masyarakat; yang penting dalam kegiatan ini adalah mendatangkan keuntungan (terutama untuk diri sendiri).
Kebebasan intelektual misalnya, orang bebas mempercayai doktrin atau ajaran-ajaran sesuai dengan minat intelektualnya, dan kalau dianggap tidak cocok lagi boleh diganti. Kebebasan intelektual demikian ini telah membawa kepada sebuah statement bahwa “tidak ada tempat /ruang dan tidak bisa dijamah oleh pikiran manusia.
Revolusi sains dan teknoogi telah melahirkan mesin-mesin industri raksasa yang menggusur teknologi rakyat kearah kebangkrutan. Tak dapat dielakkan hanya orang kuat yang banyak mengambil keuntungan dari revolusi ini dan sebagai dampaknya adalah tergusurnya kaum marginal atu pinggiran.

Masyarakat yang dilahirkan oleh sistem atu ideologi ini adalah bentuk masyarakat yang pikiran dan hatinya diamuk “nafsu penjajah”. Apa yang selama ini mereka rasakan tak lain adalah ketegangan-ketegangan sosial dan kehampaan jiwa.
II. Sosialisme
Konsep manusia dalam ajaran ini secara spiritual dan intelektual telah di kondisikan untuk mengabdi kepada proses dan jenis produksi. Pemikiran-pemikiran manusia dalam masalah sosial saangat di pengaruhi oleh kekuatan-kekuatan produksi. Namun konsep manusia versi Marxisme ini mengalami kesulitan untuk menjelaskan fakta sejarah sebab dalam mewujudkan cita-cita sosial manusia memiliki suatu yang lain yaitu kreativitas. Plato, misalnya memperkenalkan konsep “kota ideal” tanpa sama sekali dipengaruhi oleh alat-alat produksi.
Kesejahteraan material memang dipandang sebagai suatu kebanggaan dalam sistem pembangunan masyarakat aliran ini, yang sekaligus membuktikan bahwa cara kerja sistem ini benar. Namun sebenarnya terdapat belenggu yang mendominasi individu-individu atas nama kepentingan sosial. Sistem ini mengajarkan. Segala kehgiatan perekonomian berada dalam kekuasaaan negara. Akibatnya, lenyaplah eksistensi dan kreativitas individu.
PERAN MAHASISWA
Mahasiswa adalah kelompok masyarakat yang sedang menekuni bidang ilmu tertentu dalam lembaga pendidikan formal. Kelompok ini sering juga disebut sebagai “Golongan intelektual muda” yang penuh bakat dan potensi. Posisi yang demikian ini sudah barang tentu bersifat sementara karena kelak di kemudian hari mereka tidak lagi mahasiswa dan mereka justru menjadi pelaku-pelaku intim dalam kehidupan suatu negara atau masyarakat.

Peran mahasiswa sejauh ini senantiasa diwarnai oleh situasi politik yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Mereka biasanya memerankan diri sebagai “Oposan” yang kritis sekaligus konstruktif terhadap ketimpangan sosial dan kebijakan politik, ekonomi. Mereka sangat tidak toleran dengan penyimpangan apapun bentuknya dan nurani mereka yang masih relatif bersih dengan sangat mudah tersentuh sesuatu yang seharusnya tidak terjadi namun ternyata itu terjadi atau dilakukan oleh oknum atau kelompok tertentu dalam masyarakat dan pemerintah.
Mahasiswa sebagai calon pemimpin dan Pembina pada masa depan ditantang untuk memperlihatkan kemampuan untuk memerankan peran itu. Jika gagal akan berdampak negatif pada masyarakat yang di pimpinnya; demikian pula sebaliknya. Dalam perubahan sosial yang dasyat saat ini, mahasiswa sering dihadapkan pada kenyataan yang membingungkan dan dilematis. Suatu pilihan yang teramat sulit harus ditentukan, apakah ia terjun dalam arus perubahan sekaligus mencoba mengarahkan dan mengendalikan arah perubahan itu; ataukah sekedar menjadi pengamat dan penonton dari perubahan atau mungkin justru menjdi korban obyek sasaran dari perubahan yang dikendalikan oleh orang lain .
Melihat realitas dan tantangan diatas,mahasiswa memiliki posisi yang sangat berat namun sangat strategis dan sangat menentukan .Bukan zamannya lagi untuk sekedar menjadi pelaku pasif atau menjadi penonton dari perubahan sosial yang sedang dan akan terjadi;tetapi harus mewarnai perubahan tersebut dengan warna masyarakat yang akan dituju dari perubahan tersebut adalah benar-benar masyarkat yang adil dan makmur.
PERGERAKAN MAHASISWA INDONESIA
Perjalanan bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan dari angkatan muda ,terutama mahasiswa. Mahasiswa mempunyai record yang cukup mengesankan dalam perjalanan membangun bangsa ini, baik mulai dari pra kemerdekaaan, masa orde lama, orde baru, orde reformasi maupun orde persatuan nasional saat ini.
Pada masa pra kemerdekaan orientasi gerakan mahaiswa Indonesia mengarah pada satu tujuan: yaitu melepaskan diri dari penjajahan. Mahasiswa bersama-sama dengan seluruh elemen masyarakat Indonesia bahu membahu menentang penjajah. Walaupun dengan stereotip gerakan yang berbeda-beda tetapi karena mempunyai satu tujuan, mereka tetap dalam satu kesatuan yang saling melengkapi. Karena semua komponen bangsa mempunyai arah dan tujuan gerakan yang sama, dapat dikatakan bahwa masa ini adalah masa yang paling mudah bagi mahasiswa untuk melakukan sinkronisasi gerakan dengan unsur lainnya. Pada masa ini kita melihat bahwa mahasiswa mempunyai stereotip yang khas yang mampu membedakan dengan elemen gerakan masyarakat lainnya. Dengan atribut kecendekiannya, mereka secara aktif dan kreatif mencoba menawarkan alternatif-alternatif baru yang non konvensional yang lebih efektif dan efisien.
Setelah kemerdekaan diraih bangsa Indonesia, bukan berarti gerakan mahasiswa mandek tetapi mereka tetap memerankan diri sebagai bagian dari bangsanya untuk tetap dapat mempertahankan kemerdekaan dan kehormatan bangsanya. Mereka secara kritis dan pro aktif memerankan posisi sebagai pressure group (kelompok penekan) terhadap pemerintah agar tetap berjalan sebagai mana seharusnya. Ketika pemerintahan orde lama mulai terjadi kecenderungan mengakomodinir komunis secara berlebihan, mahasiswa kembali bangkit bersama rakyat untuk menentang kebijakan pemerintah.
Pemerintahan orde lama runtuh dan diganti orde baru, tidak kemudian serta merta mahasiswa mempunyai loyalitas buta terhadap pemerintahan baru. Gerakan mahasiswa bukanlah gerakan partisan untuk kepentingan politik tertentu, tetapi mereka adalah gerakan nurani, gerakan moral untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan rakyat secara universal. Kemurnian gerakan mahasiswa yang mengedepankan kepentingan masyarakat diatas kepentingan apapun tampaknya kemudian disalah tanggapi pemerintahn orde baru. Mahasiswa dianggap sebagi momok yang mengganggu dan merecoki kepentingan-kepentingan pemerintah yang berkuasa. Dengan dalih demi kepentingan stabilitas dan atas nama pembangunan, kemudian mereka diatas sedemikian rupa sehingga membelenggu aktifitas, kreatifitas dan kritisme mereka. Mahasiswa kemudian dicecoki dengan dogma-dogma pendidikan yang pragmatis.dalam situasi yang tidak menguntungkan itu tidak semua mahasiswa terlena dengan pragmatisme pendidikan yang dikembangkan orde baru.walaupun jumlahnya tidak banyak tetapi mereka dengan konsisten terus menyuarakan kebenaran dan keadilan dengan segala konsekuensi dan resiko yang akan dihadapinya. Kampus adalah bagian integral dari masyarakat. Apa yang dirasakan oleh masyarakat dirasakan pula oleh komunitas kampus;dan kampus mempunyai tanggung jawab sosial untuk terus memperjuangkan masyarakat dari kemiskinan dan ketidakadilan yang menimpa mereka.
Yang juga menguntungkan, pada saat yang bersamaan rezim orde baru mulai tampak belangnya: kemiskinan,ketimpangan,ketidakadilan,ketidakjujuran ternyata lebih dominan daripada kemakmuran yang selama ini dipropagandakan mereka.Situasi inilah yang turut menjadi angin segar bagi bangkitnya kembali kesadaran “mahasiswa awam”agar memerankan kembali peran-peran pressure group, agent of social change, dan kelompok anti status quo sebagaimana sebelumnya.
Di Indonesia ada slogan yang menyatakan “ Pemuda harapan bangsa” atau “Maju mundurnya suatu bangsa tergantung pada Pemudanya”. Beberapa slogan diatas menunjukkkan bahwa pemuda atau Mahasiswa memang akan akan menjadi penerus dari generasi sekarang. Generasi sekarang jelas akan termakan usia, Pemuda/Mahasiswa sebagai generasi penerus akan melanjutkan dan memikul segala beban dan akibat dari generasi sekarang. Karena Para Pemuda/Mahasiswa adalah calon pemimpin masa depan.
Diakui atau tidak peran Pemuda/Mahasiswa memang sangat strategis dalam perubahan sosial. Ide-ide Pemuda/Mahasiswa sering dianggap sebagai suara rakyat, karena kedekatan sosial mereka dengan Masyarakat bawah. Ide-ide Pemuda/Mahasiswa sering dianggap sebagai ide yang membela kaum mustad’afien (Kaum lemah dan terpinggirkan). Pemuda/Mahasiswa juga dianggap sebagai pemecah kebuntuan dan Problem Solver terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakat dan juga pembawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Pemuda/Mahasiswa Sebagai Agent Of Change. Pembaharuan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti hasil pekerjaan yang membaharui. Pembaharuan ini juga bisa berarti modernisasi dimana hasil perubahanny menunjukkan hasil yang lebih baik. Kenapa dikatakan Pemuda/Mahasiswa Sebagai Agent Of Change karena Pemuda/Mahasiswa dapat berfungsi sebagai bagian dari masyarakat yang mampu mendorong, memotivasi, dan mempelopori terjadinya pembaharuan.
Selain itu, Pemuda/Mahasiswa juga sebagai bagian dari Masyarakat yang dinilai memiliki intlektual dan memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan dengan Masyarakat pada umumnya karena lingkungan yang berbeda.
Sedangkan agent dapat diterjemahkan sebagai perantara atau perwakilan dari suatu Institusi/Lembaga. Sebagai Agent Of Change dapat dikatakan pula sebagai actor perantara atau perwakilan dari proses perubahan pada Masayarakat kearah yang lebih baik. Sejarah mencatat peran Pemuda/Mahasiswa dalam pembaharuan negeri ini dari sebelum kemerdekaan hingga Pasca kemerdekaan. Sebut saja tahun 1912 (Douwes Dekker dkk), 1928 (Sumpah Pemuda), 1945 (kemerdekaan RI) , 1965 (melawan G 30 S/PKI), 1998 (Reformasi). Beberapa momentum diatas hanya sedikit menggambarkan tentang kepedulian Pemuda/Mahasiswa Indonesia dalam mengawasi jalannya Pemerintah. Peran Pemuda/Mahasiswa ini menunjukkan adanya kekonsistensian Pemuda/Mahasiswa dalam mengawasi dan jika perlu melakukan perlawanan atau penekanan terhadap jalannya pemerintah yang dianggap melenceng.
Perjuangan masih panjang, dinamika kehidupan semakin kompleks, dan kita tidak hanya bias berbangga diri hanya dengan sejarah yang telah ada. Semoga Identitas Pemuda/Mahasiswa Sebagai Agent Of Change tidak hanya menjadi sejarah saja, tetapi menjadi semangat juang kita dalam memperjuangkan kepentingan Masyarakat.

5/03/2009

peranan keluarga dalam memberikan pendidikan Agama

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam perspektif pendidikan, terdapat tiga lembaga utama yang sangat berpengaruh dalam perkembangan kepribadian seorang anak yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Tripusat Pendidikan. Dalam ¬ GBHN (Tap. MPR No. IV/MPR/1978) ditegaskan bahwa “pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat”. Oleh karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah
Lembaga keluarga merupakan tempat pertama untuk anak menerima pendidikan dan pembinaan. Meskipun diakui bahwa sekolah mengkhususkan diri untuk kegiatan pendidikan, namun sekolah tidak mulai dari “ruang hampa. Sekolah menerima anak setelah melalui berbagai pengalaman dan sikap serta memperoleh banyak pola tingkah laku dan keterampilan yang diperolehnya dari lembaga keluarga.
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan di segala bidang, manfaatnya semakin hari semakin dirasakan oleh semua kalangan. Revolusi informasi menyebabkan dunia terasa semakin kecil, semakin mengglobal dan sebaliknya privacy seakan tidak ada lagi. Berkat revolusi informasi itu, kini orang telah terbiasa berbicara tentang globalisasi dunia dengan modernitas sebagai ciri utamanya. Dengan teknologi informasi yang semakin canggih, hampir semua yang terjadi di pelosok dunia segera diketahui dan ketergantungan (interdependensi) antar bangsa semakin besar (Nurcholish Madjid, 2000).
Perkembangan tersebut termasuk didalamnya perkembangan ilmu pengetahuan, di samping mendatangkan kebahagiaan, juga menimbulkan masalah etis dan kebijakan baru bagi umat manusia. Efek samping itu ternyata berdampak sosiologis, psikologis dan bahkan teologis. Lebih dari itu, perubahan yang terjadi juga mempengaruhi nilai-nilai yang selama ini dianut oleh manusia, sehingga terjadilah krisis nilai. Nilai-nilai kemasyarakatan yang selama ini dianggap dapat dijadikan sarana penentu dalam berbagai aktivitas, menjadi kehilangan fungsinya.
Untuk menyikapi fenomena global seperti itu, maka penanaman nilai-nilai keagamaan ke dalam jiwa anak secara dini sangat dibutuhkan. Dalam hubungan itu, keluarga pada masa pembangunan (dalam konteks keindonesiaan dikenal dengan era tinggal landas) tetap diharapkan sebagai lembaga sosial yang paling dasar untuk mewujudkan pembangunan kualitas manusia dan lembaga ketahanan untuk mewujudkan manusia-manusia yang ber-akhlakul karimah. Pranata keluarga merupakan titik awal keberangkatan sekaligus sebagai modal awal perjalanan hidup mereka.
B. Perumusan Masalah
Dengan begitu sangat pentingnya keluarga dalam memberikan pendidikan Agama, mengingat Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan dan struktur sosial yang paling kecil, oleh karena itu untuk lebih mempermudah pembahasan ini pemakalah akan merumuskan makalah sebagai berikut :
1. Apa Konsep Islam Tentang Pendidikan Keluarga ?
2. Bagaimana Peranan Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Kepribadian Anak Dalam Keluarga ?




BAB II
PERANAN KELUARGA DALAM MENERAPKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A. Tafsir Surat Qur’an At-Tahrim Ayat 6 Dan Asy-Syu’ara Ayat 214
        ••              
“Hai Orang-Orang Yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, Kesar dan tidak pernah mendurhakai Allahterhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada Mereka dan mengerjakan apa yang diperintahkan” (At-Tahrim : 6)
   
“Dan Berilah Peringatan kepada Kerabat-kerabatmu yang terdekat” (Asy-Syu’ara :214)
Hai orang-orang yang beriman Jagalah diri kamu : Antara lain dengan meneladani Nabi, dan Pelihara juga keluarga kamu : Yakni istri, anak-anak dan seluruh yang berada dibawah naungan tanggung jawab kamu dengan membimbing dan mendidik mereka agar terhuindar dai Api Neraka yang Bahan Bakarnya manusia-manusia yang kafir dan Juga Batu-Batu antara lain yang dijadikan sebagai berhala, diatasnya yakni yang menangani Neraka adalah Malaikat-Malaikat yang kasar-kasar hati dan perlakuaannya dalam melaksanakan siksaan, yang tidak mendurkakan Allah menyangkut apa yang dia perintahkan kepada mereka.
B. Konsep Islam Dalam Pendidikan Keluarga
Keluarga didefinisikan sebagai unit masyarakat terkecil yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Setiap komponen dalam keluarga memiliki peranan penting. Dalam ajaran agama Islam, anak adalah amanat Allah. Amanat wajib dipertanggungjawabkan. Jelas, tanggung jawab orang tua terhadap anak tidaklah kecil. Secara umum inti tanggung jawab itu adalah menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak dalam rumah tangga. Allah memerintahkan : “Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksaan neraka”.
Kewajiban itu dapat dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang tua memang mencintai anaknya. Ini merupakan sifat manusia yang dibawanya sejak lahir. Manusia diciptakan manusia mempunyai sifat mencintai anaknya. Firman Allah :
    
“Harta dan anak-anak merupakan perhiasan kehidupan dunia”. (Al-Kahfi ayat 46)
Uraian diatas menegaskan bahwa (1) wajib bagi orang tua menyelenggarakan pendidikan dalam rumah tangganya, dan (2) kewajiban itu wajar (natural) karena Allah menciptakan orang tua yang bersifat mencintai anaknya.
Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga dikatakan sebagai lingkungan pendidikan pertama karena setiap anak dilahirkan ditengah-tengah keluarga dan mendapat pendidikan yang pertama di dalam keluarga. Dikatakan utama karean pendidikan yang terjadi dan berlangsung dalam keluarga ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pendidikan anak selanjutnya. (Maman Rohman, 1991:24).
Para ahli sependapat bahwa betapa pentingnya pendidikan keluarga ini. Mereka mengatakan bahwa apa-apa yang terjadi dalam pendidikan keluarga, membawa pengaruh terhadap lingkungan pendidikan selanjutnya, baik dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat. Tujuan dalam pendidikan keluarga atau rumah tangga ialah agar anak mampu berkembang secara maksimal yang meliputi seluruh aspek perkembangan yaitu jasmani, akal dan ruhani. Yang bertindak sebagai pendidik dalam rumah tangga ialah ayah dan ibu si anak.
C. Pendidikan Keluarga dalam Pandangan Islam
Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang diproses oleh seseorang di dalam lingkungan rumah tangga atau keluarga. Sistem pendidikan ini merupakan unsur utama dalam pendidikan seumur hidup, terutama karena sifatnya yang tidak memerlukan formalitas waktu, cara, usia, fasilitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masing-masing orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab atas pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka tidak hanya berkewajiban mendidik atau menyekolahkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga diamanati Allah SWT untuk menjadikan anak-anaknya bertaqwa serta taat beribadah sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Jadi, orang tua tidak seharusnya hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anak mereka kepada pihak lembaga pendidikan atau sekolah, akan tetapi mereka harus lebih memperhatikan pendidikan anak-anak mereka di lingkungan keluarga mereka, karena keluarga merupakan faktor yang utama di dalam proses pembetukan kepribadian sang anak. Hal ini sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah yang mana beliau telah berhasil mendidik keluarga, anak-anak, serta para sahabatnya menjadi orang-orang yang sukses dunia-akhirat, walaupun beliau tidak pernah mengikuti jenjang pendidikan formal seperti lembaga-lembaga sekolah.
D. Peran Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Kepribadian Anak dalam Lingkungan Keluarga
Pendidikan orang terhadap anak dalam lingkungan keluarga sangat penting, apalagi pada periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama). yang menyatakan bahwa periode ini merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periode ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengan nyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa.
Salah satu dasar pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak adalah sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi (HR. Bukhari). Berdasarkan Hadits ini, jelas sekali bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang belum terkena noda. Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apa pun. Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orang tua. Ia akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diperoleh dari kedua orang tuanya dan juga lingkungan disekitarnya.
Namun sejalan dengan bertambahnya usia sang anak, kadang-kadang muncul persoalan baru. Ketika beranjak dewasa anak dapat menampakkan wajah manis dan santun, penuh berbakti kepada orang tua, berprestasi di sekolah, bergaul dengan baik dengan lingkungan masyarakat di sekelilingnya, tapi di lain pihak dapat pula sebaliknya. Perilakunya kadang-kadang menjadi semakin tidak terkendali, bentuk kenakalan berubah menjadi kejahatan, dan orang tua pun selalu cemas memikirkanya. Maka dalam hal ini, peranan orang tua sangat berpengaruh penting. Jadi, Pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak ini disebabkan oleh karena pendidikan yang diperoleh anak dari pengalaman sehari-hari dengan sadar pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis.
Secara garis besar pendidikan dalam keluarga dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Pembinaan Akidah dan Akhlak
Mengingat keluarga dalam hal ini lebih dominanadalah seorang anak dengan dasar-dasar keimanan, ke-Islaman, sejakmulai mengerti dan dapat memahami sesuatu, maka al-Ghazali memberikan beberapa metode dalam rangka menanamkan aqidah dan keimanan dengancara memberikan hafalan. Sebab kita tahu bahwa proses pemahamandiawali dengan hafalan terlebih dahulu.Ketika mau menghafalkan dan kemudian memahaminya, akan tumbuh dalam dirinya sebuah keyakinan dan pada akhirnya membenarkan apa yang diayakini. Inilah proses yang dialami anak pada umumnya. Bukankah merekaatau anak-anak kita adalah tanggungjawab kita sebagaimana yang telahAllah peringatkan dalam al-Qur’an yang berbunyi:
      
“Hai Orang-Orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka...............(At-Tahrim : 6)”

Muhammad Nur Hafidz merumuskan empat pola dasardalam bukunya. Pertama, senantiasa membacakan kalimat Tauhid padaanaknya. Kedua, menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasulnya. Ketiga, mengajarkan al-Qur’an dan keempat menanamkan nilai-nilai pengorbanan dan perjuangan.
Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku, pendidikan dan pembinaan akhlak anak. Keluarga dilaksanakan dengan contoh dan teladan dari orang tua. Perilaku sopan santun orang tua dalam pergaulan dan hubungan antara ibu, bapak dan masyarakat. Dalam hal ini Benjamin Spock menyatakan bahwa setiap individu akan selalu mencari figur yang dapat dijadikan teladan ataupun idola bagi mereka.



2. Pembinaan Intelektual
Pembinaan intelektual dalam keluarga memgang peranan penting dalam upaya meningkatkan kualitas manusia, baikin telektual, spiritual maupun sosial. Karena manusia yang berkualitas akan mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:
        
“Allah akan mengangkat derajat torang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu diantara kalian”.
Selain itu Sebuah Hadits yang sangat Fenomenal yaitu : “Mencari Ilmu Hukumnya Wajib Bagi Setiap Muslim”
3. Pembinaan Kepribadian dan Sosial
Pembentukan kepribadian terjadi melalui proses yang panjang. Proses pembentukan kepribadian ini akan menjadi lebih baik apabila dilakukan mulai pembentukan produksi serta reproduksi nalar tabiat jiwa dan pengaruh yang melatarbelakanginya. Mengingat hal ini sangat berkaitan dengan pengetahuan yang bersifat menjaga emosional diri dan jiwa seseorang. Dalam hal yang baik ini adanya Kewajiban orang tua untuk menanamkan pentingnya memberi support kepribadian yang baik bagi anak didik yang relatip masih muda dan belum mengenal pentingnya arti kehidupan berbuat baik, hal ini cocok dilakukan pada anak sejak dini agar terbiasa berprilaku sopan santun dalam bersosial dengan sesamanya. Untuk memulainya, orang tua bisa dengan mengajarkan agar dapat berbakti kepada orang tua agar kelak si anak dapat menghormati orang yang lebih tua darinya.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diawal sudah kita ungkapkan bahwasanya Keluarga Merupakan Lembaga yang pertama dan Utama dalam bidang pendidikan, karena proses perkembangan seseorang bermula dari Keluarga sebelum kelembaga-lembaga lainnya, dalam Hal Pendidikan Agama Islam paling tidak bererapa hal :
1. Keluarga didefinisikan sebagai unit masyarakat terkecil yang terdiri atas ayah, ibu dan anak, artinya ada beberapa peranan penting, pertama wajib bagi orang tua menyelenggarakan pendidikan dalam rumah tangganya, dan kedua, kewajiban itu wajar (natural) karena Allah menciptakan orang tua yang bersifat mencintai anaknya.
2. Tugas Orang Tua atau dalam keluarga terutama kepada anak-anaknya untuk senantiasa memberikan Pendidikan dan saling memberikan peringatan terutama mengenai Agama, dan disinilah peran keluarga tidak hanya memebrikan pendidikan untuk mendapatkan pendidikan Formal.
3. Ada tiga hal yang paling penting yang harus diperhatikan dalam proses penyelenggaraan pendidikan dalam Islam, yaitu Pendidikan Moral Dan Akhlaq, Pendidikan Intelektualitas dan Pendidikan Sosial.
B. Saran-Saran
Pendidikan itu haruslah senantiasa dilakukan terutama pendidikan Agama hal ini sangat penting mengingat kalau kita lihat dari realitas kehidupan banyak permasalahan yang bermuara dari kurangnya pendidikan Agama dalam keluarga, misalnya ketidak harmoniskan antara anak dan orang tua, atau sebaliknya, anak terjerumus kedalam pergaulan bebas yang merusak moral dan lain sebagainya, sebagai saran kepada setiap umat yang beriman hendaklah mengintenskan pendidikan dalam keluarga, dan senantiasa menjaga diri dan keluarga dari siksaan api neraka.
Daftar Pustaka

1. Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis
tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan. (2000, Jakarta, Paramadina).
2. M. Quraisy Syihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan dan Kesan Keserasian Al-
Qur’an (2002, Jakarta Lentera Hati)
3. Mahardhika Zifana, Konsep Islam Dalam Keluarga, www. Kompas.com
edisi 16 november 2008.
4. Aridem Vintoni dan Etri Jayanti, Peran Pendidikan Islam dalam Pembentukan Kepribadian Anak di Lingkungan Keluarga, www.islamonline.net
5. Dadan Wahidin, Pendidikan Dalam Keluarga. www.dadanwahidin.blogspot.com

5/01/2009

Mudharabah, Hibah Dan Riba


A. Pendahuluan
Islam merupakan Agama yang paling Lengkap dan Sempura terutama dalam permasalahan Hukum (Syari’ah), Lengkapnya Agjaran Agama Islam ini bisa dilihat dengan sangat rincinya Agama Islam dalam mengatur setiap persoalan terutama yang menyangkut permasalahan Fiqh.
Ilmu Fiqh itu sendiri merupakan Ilmu yang mempelajari tentang Hukum-Hukum Islam, sedangkan Ilmu Fiqh itu sendiri merupakan Induk dari materi-materi tentang Hukum Islam, dan mempunayi berbagai macam cabang, yaitu diantaranya : Fiqh Ibadah, Fiqh Munakahat, Fiqh Mu’amalat, Fiqh Mawarits, Fiqh Jinayat, Fiqh Siyasah, Fiqh Zakat, Fiqh Wanita, Fiqh Murafa’at.
Bisa dilihat betapa Rincinya Agama Islam dalam mengatur tata Hukum Islam, Mulai dari bagaimana tentang urusan Ibadah atau urusan hubungan dengan Allah sampai kepada memahami bagaimana berpolitik dengan cara Islam (Tata Negara).
Dalam urusan Mu’amalah Islam sendiri telah mengatur bagaimana bermu’amalah yang sesuai dengan kaidah Islam yang berlandaskan dari Al-Qur’an Dan Sunnah Rasul.
Islam mengatur mu'amalah secara universal dan global. Hal tersebut supaya syari'atnya tetap hidup, fleksibel, dan patut/cocok untuk seluruh umat manusia sepanjang masa dalam segala kondisi dan situasi apaun sesuai dengan kedudukan Islam sebagai agama terakhir
Bidang-bidang yang menyangkut hubungan antara manusia dan sesamanya dikategorikan sebagai Mu'amalah. Mu'amalah didefinisikan sebagai bagian dari hukum Islam yang megatur hubungan antara seseorang dan orang lain, baik itu seseorang itu berbentuk pribadi maupun berbentuk badan hukum,
Pada awalnya, mu'amalah mencakup permasalahan keluarga (al-ahwal al-syahhsiyyah) seperti perkawinan dan perceraian, tetapi sejak zaman Turki Usmani ketika disintegrasi melanda wilayah Islam, mu'amalah dibatasi pada bidang ekonomi. Sejak saat itu mu'amalah hanya menyangkut permasalahan hak dan harta yang muncul dari sebuah transaksi baik personal maupun institusional.
Dalam klasifikasi indeks al-Kutub al-Tis'ah, ruang lingkup lingkup mu’amalah mencakup :
1. Al-Mu'awadlat (Tukar menukar) : Al-Ba'i/jual beli, Al-Hirf dan Al-Sina'at/pekerjaan dan produksi, Iqalah, Sharf, Salam, Riba, Ijarah/sewa, dan Qard/peminjaman.
2. Al-Tabarru'at (Pemberian dengan kerelaan hati) : Hibah dan Hadiyah, Amra, Ruqba, Musabaqah, Wasiat, Wakaf, shadaqah al-Tatawwu'.
3. Al-Musyarakat (kongsi) : Syirkah, Mudharabah, Musaqat, Zira'ah dan Mugharasah, Shuf'ah, Qismah, 'aqd al-muwalat, Jiwar dan Murafiq/Ketetanggaan dan Pertemanan.
4. Istihfadlat (Penyimpanan) : Wadi'ah/penitipan, Luqatah/temuan, aqd al-hirasah/security.
5. Al-Itlaqat (pegalihan tanggung jawab) : Wakalah/perwakilan, Wisayah, istishlah al-'aradhi/pendayagunaan tanah, 'Itq (pembebasan budak).
6. Al-Taqyidat (pengikatan) : al-hajr/cekal, taflis/pembangkrutan.
7. Al-Tautsiqat (penguatan) : Rahn, Kafalah/penanggungan, Hiwalah.
8. Al-Dhimanat (penanggungan) : Dhiman, Gasb, Itlaf.
Prinsip-prinsip umum yang dianut Fikih Mu'amalah menurut Ensiklopedi Islam adalah :
1. Dalam melaksanakan hak atau bertindak, tidak boleh menimbulkan kerugian terhadap orang lain. Setiap tindakan yang merugikan orang lain, sekalipun tidak sengaja akan diminta pertanggung jawabannya.
2. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi itu sendiri, kecuali transaksi yang jelas-jelas melanggar aturan syari'at.
3. Syarat-syarat transaksi itu dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi dengan penuh tanggung jawab, selama tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan dan adab sopan santun. Hal inilah yang dimaksud Rasulullah dalam sabdanya :
4. ...Kaum muslimin berhak atas segala syarat yang mereka tentukan, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram (HR. Tirmidzi/hadith no 1272)
5. Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
6. Syari' (pembuat hukum) mewajibkan agar setiap perencanaan transaksi dan pelaksanaannya didasarkan atas niat baik, sehingga segala bentuk penipuan, kecurangan, dan penyelewengan dapat dihindari.
7. Setiap transaksi dan hak-hak yang muncul dari sebuah transaksi, diberikan penentuannya pada 'urf atau adat untuk menentukan kriteria dan batasannya. Ini berarti bahwa adat kebiasaan dalam bidang transaksi sangat menentukan, selama syari'at tidak menentukan lain.

B. Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan, shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.
2. Tipe Mudharabah
 Mudharabah Mutlaqah: Dimana shahibul maal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf)
 Mudharabah Muqayyadah: Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
3. Rukun-Rukun Mudharabah
Pertama : Adanya dua pelaku atau lebih, yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib), Kedua pelaku kerja sama ini adalah pemilik modal dan pengelola modal. Pada rukun pertama ini, keduanya disyaratkan memiliki kompetensi (jaiz al-tasharruf), dalam pengertian, mereka berdua baligh, berakal, rasyid (normal) dan tidak dilarang beraktivitas pada hartanya. Sebagian ulama mensyaratkan, keduanya harus muslim atau pengelola harus muslim. Sebab, seorang muslim tidak dikhawatirkan melakukan perbuatan riba atau perkara haram. [3] Namun sebagian lainnya tidak mensyaratkan hal tersebut, sehingga diperbolehkan bekerja sama dengan orang kafir yang dapat dipercaya, dengan syarat harus terbukti adanya pematauan terhadap pengelolaan modal dari pihak muslim, sehingga terbebas dari praktek riba dan haram.
Kedua : Objek transaksi kerjasama, yaitu modal, usaha dan keuntungan. Modal Ada empat syarat modal yang harus dipenuhi.
 Modal harus berupa alat tukar atau satuan mata uang (al-naqd). Dasarnya adalah Ijma’. atau barang yang ditetapkan nilainya ketika akad menurut pendapat yang rajih.
 Modal yang diserahkan harus jelas diketahui.
 Modal diserahkan harus tertentu
 Modal diserahkan kepada pihak pengelola, dan pengelola menerimanya langsung, dan dapat beraktivitas dengannya.
Jadi dalam mudharabah, modal yang diserahkan, disyaratkan harus diketahui. Dan penyerahan jumlah modal kepada mudharib (pengelola modal) harus berupa alat tukar, seperti emas, perak dan satuan mata uang secara umum. Tidak diperbolehkan berupa barang, kecuali bila nilai tersebut dihitung berdasarkan nilai mata uang ketika terjadi akan (transaksi), sehingga nilai barang tersebut menjadi modal mudharabah.
Conothnya, seorang memiliki sebuah mobil yang akan diserhak kepada mudharib (pengelola modal). Ketika akad kerja sama tersebut disepakati, maka mobil tersebut wajib ditentukan nilai mata uang saat itu, misalnya disepakati Rp.80.000.000, maka modal mudharabah tersebut adalah Rp.80.000.000.
Kejelasan jumlah modal ini menjadi syarat, karena untuk menentukan pembagian keuntungan. Apabila modal tersebut berupa barang dan tidak diketahui nilainya ketika akad, bisa jadi barang tersebut berubah harga dan nilainya, seiring berjalannya waktu, sehingga dapat menimbulkan ketidak jelasan dalam pembagian keuntungan.
Ketiga : Pelafalan perjanjian, Shighah adalah, ungkapan yang berasal dari kedua belah pihak pelaku transaksi yang menunjukkan keinginan melakukannya. Shighah ini terdiri dari ijab qabul
Transaksi mudharabah atau syarikah dianggap sah dengan perkataan dan perbuatan yang menunjukkan maksudnya.
Demikian rukun-rukun yang harus dipenuhi dalam kerja sama mudharabah, yang semestinya dipahami secara bersama oleh masing-masing pihak. Sehingga terbangunlah mua’amalah yang shahih dan terhindar dari sifat merugikan pihak lain.

C. Hibah
1. Pengertian Hibah
Kata "hibah" berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis berarti melewatkan atau menyalurkan, dengan demikian berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memeberi kepada tangan orang yang diberi.
Hibah adalah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tnpa da kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup (inilah yang membedakannya dengan wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewasiat meninggal dunia).
Dalam istilah hukum perjanjian yang seperti ini dinamakan juga dengan perjanjian sepihak (perjanjian unilateral) sebagai lawan dari perjanjian bertimbal balik (perjanjian bilateral).
2. Dasar Hukum Hibah
Dasar hukum hibah ini dapat kita pedomani hadits Nabi Muhammad SAW antara lain hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Khalid bin 'Adi, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya sebagai berikut :


"Barangsiapa mendapatkan kebaikan dari saudaranya yang bukan karena mengharap-harapkan dan meminta-minta, maka hendaklah ia menerimanya dan tidak menolaknya, karena ia adalah rezeki yang diberi Allah kepadanya".
3. Rukun-Rukun Dan Syarat Sahnya Hibah
Rukun hibah adalah sebagai berikut :
 Penghibah , yaitu orang yang memberi hibah
 Penerima hibah yaitu orang yang menerima pemberian
 Ijab dan kabul.
 Benda yang dihibahkan.
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu hibah sah adalah :
a. Syarat-syarat bagi penghibah
 Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah menghibahkan barang milik orang lain.
 Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan
 Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak kurang akal).
 Penghibah tidak dipaksa untuk memnerikan hibah.
b. Syarat-syarat penerima hibah
Bahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah) sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal ini berarti setiap orang dapat menerima hibah, walau bagaimana pun kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam kandungan adalah tidak sah.
c. Syarat-syarat benda yang dihibahkan
 Benda tersebut benar-benar ada;
 Benda tersebut mempunyai nilai;
 Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat dialihkan;
 Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah.
Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini dapat saja dalam bentuk lisan atau tulisan.
Menurut beberapa ahli hukum Islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti dengan kabul, misalnya : si penghibah berkata : "Aku hibahkan rumah ini kepadamu", lantas si penerima hibah menjawab : "Aku terima hibahmu".
Sedangkan Hanafi berpendapat ijab saja sudah cukup tanpa harus diikuti oleh kabul, dengan pernyataan lain hanya berbentuk pernyataan sepihak.
Adapun menyangkut pelaksanaan hibah menurut ketentuan syari'at Islam adalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
 Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian juga penyerahan barang yang dihibahkan.
 Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada saat penghibahan dilakukan.
 Dalam melaksanakan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama sekali oleh si pemberi hibah.
 Penghibahan hendaknya dilaksanakan di hadapan beberapa orang saksi (hukumnya sunat), hal ini dimaksudkan untuk menghindari silang sengketa dibelakang hari.
4. Penarikan Kembali Hibah
Penarikan kembali atas hibah adalah merupakan perbuatan yang diharamkan meskipun hibah itu terjadi antara dua orang yang bersaudara atau suami isteri. Adapun hibah yang boleh ditarik hanyalah hibah yang dilakukan atau diberikan orang tua kepada anak-anaknya.
Dasar hukum ketentuan ini dapat ditemukan dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud, An- Nasa'i, Ibnu Majjah dan At-tarmidzi yang artinya berbunyi sebagai berikut :
"Dari Ibnu Abbas dan Ibnu 'Umar bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : "Tidak halal bagi seorang lelaki untuk memberikan pemberian atau menghibahkan suatu hibah, kemudian dia mengambil kembali pemberiannya, kecuali hibah itu dihibahkan dari orang tua kepada anaknya. Perumpamaan bagi orang yang memberikan suatu pemberian kemudian dia rujuk di dalamnya (menarik kembali pemberiannya), maka dia itu bagaikan anjing yang makan, lalu setelah anjing itu kenyang ia muntah, kemudian ia memakan muntah itu kembali.


D. Riba
1. Pengertian Riba
“Ar-ribaa” menurut bahasa artinya az-ziyaadah yaitu tambahan atau kelebihan. Riba menurut istilah syara’ ialah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara’ atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang.
2. Hukum Riba
Para Ulama telah bersepakat bahwa Hukum Riba itu haram, hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT :

“sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah : 275).



“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran : 130).
3. Jenis-Jenis Riba
Setelah kita ketahui bahwa hukum Riba itu haram, barulah kita memahami jenis-jenis Riba, yaitu :
 Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh yang menukarkan. Contoh, tukar-menukar emas dengan emas, beras dengan beras, dengan ada kelebihan yang disyaratkan oleh orang yang menukarkannya. Supaya tukar-menukar seperti ini tidak termasuk riba, maka harus memenuhi tiga syarat :
o Tukar-menukar barang tersebut harus sama
o Timbangan atau takarannya harus sama
o Serah terima pada saat itu juga.
Rasulullah SAW bersabda :Dari Ubadah bin Ash-Shamit ra, Nabi SAW telah bersabda :



Dari Ubadah Ibn Shamit r.a ia berkata : rasulullah SAW telah Bersabda : Emas dengan Emas, dan perak dengan Perak dengan Perak dengan Bur, dengan Bur dan Sya’ir, dan Tamar dengan Tamar, dan Garam dengan Garam, Mitsil dengan Mitsil sama dengan sama, Tunai dengan Tunai tetapi apabila berlainan macamnya bolehlah kamu jual sebagaimana kamu kehendaki jika tunai. (H.R Muslim)

 Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjami. Contoh, A meminjam uang kepada B sebesar Rp. 5.000 dan B mengharuskan kepada A mengembalikan uang itu sebesar Rp. 5.500. Tambahan lima ratus rupiah adalah riba qardhi.
 Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima. Misalnya orang yang membeli suatu barang sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, antara penjual dan pembeli berpisah sebelum serah terima barang itu.
 Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jua-beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan. Contoh, A membeli arloji seharga Rp. 500.000. Oleh penjual disyaratkan membayarnya tahun depan dengan harga Rp. 525.000. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun dinamakan riba nasiah.
















E. Penutup
1. Kesimpulan
Demikianlah Pembahasan Makalah yang sangat sederhana ini, mudah-mudahan menjadi sebuah pelajaran yang sangat penting, Sebagai Akhir dari Pada Makalaha ini sebagai kesimpulan adalah sebagai berikut :
1. Mudharabah Adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal.Adapun Hukum Mudharabah, adalah boleh hal ini didasarkan dengan Ijma para Ulama, salah satunya Ibnu Hazm mengatakan, “Semua bab dalam fiqih selalu memiliki dasar dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang kita ketahui –alhamdulillah- kecuali qiradh (mudharabah, -pen). Kami tidak mendapati satu dasarpun untuknya dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Namun dasarnya adalah ijma yang benar. Yang dapat kami pastikan, hal ini ada pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengetahui dan menyetujuinya. Dan seandainya tidak demikian, maka tidak boleh, Tipe Mudharabah Ada dua yaitu Mudharabah Muqayyadah dan Mudharabah Mutlaqah sedangkan Rukun Mudharabah adalah Adanya dua pelaku atau lebih , Objek transaksi kerjasama yaitu modal, Pelafalan perjanjian
2. Hibah Adalah : Hibah adalah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tnpa da kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, adapun Rukun Penghibah , yaitu orang yang memberi hibah, Penerima hibah yaitu orang yang menerima pemberian, Ijab dan kabul, Benda yang dihibahkan, Syarat Hibah Adalah Benda tersebut benar-benar ada, Benda tersebut mempunyai nilai, Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat dialihkan, Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah
3. Riba Adalah : aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara’ atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang, Hukum Riba Adalah Haram Hal ini sesuia dengan Firman Allah Dalah Surat Ali Imran Ayat 130,Riba Sendiri bermacam-macam yaitu : Riba Nasiah, Riba Yad, Riba Qardhi, Riba Fadhl

DAFTAR PUSTAKA
1. A. Hasan, Terjemah Bulughul Maram, Pustaka Tamaam Bangil, 2001
2. Ari Abdillah, Articel Riba, www.ariabdillah.wordpress.com
3. Masyfuk Zuhdi, Fiqih Muamalah, www.islamhariini.com
4. www. kamale.wordpress.com
5. www. riana.tblog.com
6. Adian Husaini, Aricel Hibah, www.Hidayatullah.com

Pendekatan Filsafat Pendidikan dengan Filsafat Pendidikan Indonesia


A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu proses untuk memanusiakan manusia, tanpa pendidikan manusia tidak akan menjadi manusia yang seutuhnya, ini berarti bahwa tanpa pendidikan manusia tidak akan memahami hakikat kemanusiaannya.
Tidak hanya pada lingkup pendidikan individual saja pendidikan menjadi ukuran untuk menjajaki hakikat kemanusiaan, tapi lebih jauh pendidikan juga diselenggarakan dengan tujuan untuk memberdayakan semua komponen Masyarakat melalui peran serta dalam pelaksanaan dan meningkatkan layanan mutu pendidikan.
Pada prinsipnya setiap masyarakat dan bangsa melaksanakan aktivitas pendidikan untuk membina kecerdasan nilai-nilai filosofi bangsa itu sendiri, baru kemudian untuk pendidikan aspek-aspek pengetahuan dan kecakapan lain, kesadaran dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam sistem nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat bangsa dan negara yang dianutnya.
Filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis Filosofis terhadap bidang pendidikan, keberadaan filsafat bagi Ilmu pengetahuan bukan bersifat insidentil melainkan filsafat itu merupakan teori dan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan.
Selanjutnya dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam kehidupan suatu bangsa pendidikan merupakan suatu proses yang tidak hanya mentransformasikan ilmu dari pendidikan keanak didik, tapi juga pendidikan dalam suatu bangsa secara otomatis akan mengikuti idiologi bangsa yang dianutnya, oleh karena itu sistem pendidikan nasional diindonesia secara otomatis dijiwai, didasari dan mencerminkan idntitas pancasila sementara cita dan karsa bangsa kita tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, inilah alasan mengapa filsafat pedidikan pancasila merupakan tuntutan nasional, sedangkan filsafat pendidikan Pancasila adalah subsistem dari sistem negara pancasila, dengan kata lain sistem negara pancasila wajar tercantum dan dilaksanakan dalam berbagai subsistem kehidupan bangsa dan Masyarakat Indoneisa.
Dengan kata lain bahwa filsafat pendidikan pancasila merupakan aspek rohaniah atau spiritual sistem pendidikan Nasional dengan tegas dikatakan tiada sistem pendidikan Nasional tanpa Filsafat pendidikan, hal ini tercermin dalam tujuan pendidikan nasional termuat dalam UUD no 2 tahun 1989, tentang sistem pendidikan Nasional “Pendidikan Nasionla bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadikan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti Luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan Jasmani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan.

B. Pacasila Sebagai Filsafat Hidup Bangsa
Manusia sebagai mahklup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dalam perjuangan untuk mencapai kehihupan yang lebih sempurna, senentiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya sebagai suata pandangan hidup. Nilai-nilai luhur adalah merupakan suatu tolak ukur kebaikan yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia, seperti cita-cita yang hendak dicapainya dalam hidup manusia.
Sebagai mahluq individu dan mahluq sosial manusia tidaklah mungkin memenuhi segala kebutuhanya sendiri,oleh karena itu untuk mengembangakan potensi kemanusiaannya,ia senentiasa mememlurlukan orang lain. Dalam pengertian inilah maka manusia pribadi senentiasa hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas, secara berturut-turut lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan bangsa dan lingkungan negara yang merupakan lembaga-lenbaga mayarakat utama yang diharapkan dapat menyalurkan dan mewujudkan pandangan hidupnya. Dengan demikian dalam kehidupannya bersama dalam suatu negara membutuhkan suatu tekad kebersamaan, cita-cita yang ingan dicapainya yang bersumber pada pandangan hidup tersebut.
Dalam Tap MPR Nomor 11 / MPR / 1978 Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian Bangsa Indonesia, Pandangan bangsa Indonesia dan Dasar Negara. Disamping Menjadi Tujuan Hidup Bangsa Indonesia, Pancasila juga merupakan Kebudayaan yang mengajarkan Bahwa Hidup manusia akan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagi makhluk sosial dalam mengejar kemajuan Lahiriah dan kbahagiaan Ruhaniah (Prof.Dr H. Jalaludin dan Prof Dr Abdullah idi, M.ed, 2007).
Pancasila tersusun atas lima sila yang merupakan sistem filsafat yang pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, suatu fungsi sendiri. Namun, secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis. Susunan Pancasila adalah hirerarkihis dan berbentuk piramida yaitu sila-sila Pancasila menunjukan urutan sila-sila tersebut menunjukan suatu rangkaian tingklat dalam luasnya dan isi sifatnya merupakan pengkhususan dari sila-sila dimuka.
Kesatuan sila-sila Pancasila memiliki juga sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Maksudnya yaitu satu sila terkandung nilai keempat sila lainnya.
Secara filosofis Pancasila sebagai satu kesatuan sistem filasafat memiliki dasar ontologism, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis yang berbeda dengan system filsafat lainnya misalnya liberalisme,pragmatisme dan sebaganya.
Nilai-nilai Pancasila yang ada dalam Pembukaan UUD 1945secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah Negara yang fundamental (Nunu Heryanto, Tt).
Itulah yang termaktub dalam Pancasila, dengan begitu pada dasarnya masyarakat Indonesia telah melaksanakan Pancasila, walaupun sifatnya masih merupakan masih merupakan kebudayaan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut sudah berabad lamanya mengakar pada kehidupan Bangsa Indonesia, karena itu Pancasila dijadikan sebagai Falsafah hidup Bangsa.
Maka Tanpa Upaya itu Pancasila Hanyalah akan menjadi rangkaian kata-kata indah dan rumusan yang beku dan mati serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa ini.
Ideologi secara praktis diartikan sebagai system dasar seseorang tentang nilai-nilai dan tujuan-tujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Jika diterapkan oleh Negara maka ideology diartikan sebagai kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik sebagai individu, social, maupun dalam kehidupan bernegara.

C. Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional
Perjalanan Bangsa Kita yang telah merdeka semenjak Tanggal 17 Agustus 1945, telah banyak mengalami pasang Surut, begitu juga keadaan pendidikan kit, sistem Pendidikan yang dialami sekarang merupakan hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengelaman bangsa di Masa Lalu, pendidikan tidak berdiri sendiri melainkan selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan Politik, Sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Kemudian Atas intruksi Menteri Pengajaran dan kebudayaan mengeluarkan intruksi yang dikenal dengan nama “Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana” yang isinya antara lain bahwa Pancasila merupakan Asas Pendidikan Nasional (Prof.Dr H. Jalaludin dan Prof Dr Abdullah idi, M.ed).
Konsep tentang dunia dan tujuan hidup manusia yang merupakan hasil dari studi filsafat, akan menjadi landasan dalam menyusun tujuan pendidikan. Nantinya bangun sistem pendidikan dan praktek pendidikan akan dilaksanaka berorientasi kepada tujuan pendidikan ini. Brubacher (1950) (Sadulloh, 2003) mengemukakan hubungan antar filsafat dengan filsafat pendidikan: bahwa filsafat tidak hanya melahirkan ilmu atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan.
Jhon Dewey berpendapat bahwa filsafat adalah teori umum pendidikan. Filsafat pendidikan haruslah minimal dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam pendidikan. Sadulloh merumuskan empat pertanyaan mdasar pendidikan sebagai berikut :
1. Apakah pendidikan itu?
2. Mengapa manusia harus melaksanakan pendidikan?
3. Apakah yang seharusnya dicapai dalam proses pendidikan?
4. Dengan cara bagaimana cita-cita pendidikan yang tersurat maupun yang etrsirat dapat dicapai?
Jawaban atas keempat pertanyaan tersebut akan sangat tergantung dan akan ditentukan oleh pandangan hidup dan tujuan hidup manusia, baik secara individu maupun secara bersama-sama. (Widana Putra, Tt).
Filsafat pendidikan tidak hanya terbatas pada fakta faktual, tetapi filsafat pendidikan harus sampai pada penyelasian tuntas tentang baik dan buruk, tentang persyaratan hidup sempurna, tentang bentuk kehidupan individual maupun kehidupan sosial yang baik dan sempurna. Ini berarti pendidikan adalah pendidikan adalah pelaksanaan dari ide-ide filsafat. Dengan kata lain filsafat memberikan asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas penyelengaraan pendidikan. Jadi peranan filsafat pendidikan merupakan sumber pendorong adanya pendidikan. Dalam bentuk yang lebih terperinci lagi, filsafat pendidikan menjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan. Pendidikan merupakan usaha untuk merealisasikan ide-ide ideal dari filsafat menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku, dan pembentukan kepribadian.
Dengan demikian jelaslah tidak mungkin sistem pendidikan Nasional dijiwai dan disadari oleh oleh Sistem Filsafat yang lain selain Filsafat Pancasila, Hal ini tercermin dalam UUD No 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni Pendidikan Nasional bertujuan Mencerdaskan kehidupan Bangsa dan mengembangkan manusia seutuhya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa dan berbudi Pekerti Luhur, memeiliki Pengetahuan, ketrampilan kesehatan jasmani, kepribadian yang Mantap dan Mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan.



D. Hubungan Pancasila Dengan Sistem Pendidikan Ditinjau Dari Filsafar Pendidikan
Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang merupakan fungsi utamanya dan dari segi materinya digali dari pandangan hidup dan kepribadian bangsa, Pancasila adalah dasar Negara bangsa Indonesia yang mempunyai fungsi dalam hidup dan kehidupan bangsa Indonesia tidak hanya sebatas dasar negara RI, tapi juga alat pemersatu bangsa.
Ada banyak hal yang bisa kita cermati apabila kiita menghubungkan Pancasila dengan Pendidikan, pancasila merupakan Falsafah bangsa yang harus senantiasa diamalkan dalam kehidupan bangsa dan Bernegara, begitupun pendidikan merupakan sarana utama untuk menunjang masyarakatnya untuk memahami Falsafah bangsa Indonesia ini, sebab tanpa pendidikan masyarakat tidak akan mampu memahami Idiologi bangsa Indonesia ini.
Bila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat dijabarkan bahwa pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari, dan untuk menerapkan sila-sila pancasila diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-niloai pancasila itu dilaksanakan (Prof.Dr H. Jalaludin dan Prof Dr Abdullah idi, M.ed).
Dalam hal ini tentu pendidikanlah yang berperan utama, sebagai contoh dalam pancasila terdapat sila ketuhanan yang maha esa, didalkam pelaksanaan Pendidikan, tentunya sila pertama ini akan diberikan kepada siswa sebagai pelajaran pokok yang mesti diamalkan.
Disinilah sila pertama adalah percaya dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, disinilah filsafat berfungsi untuk mempertanyakan Siapa Tuhannya dan bagaimana enciptakan Alam Semesta.
Disinilah kita bisa melihat suatu pendekatan antara Pancasila sebagai Falsafah Hidup Bangsa dengan Filsafat pendidikan bahwasanya kita ketahui Pancasila sebagai landasan Yuridis, landasan Kultural dan landasan Filosofis yang bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, mendukung kerakyatan yang mengutamakan upaya mewujudkan suatu keadilan sosial dalam masyarakat.

E. Penutup Dan Kesimpulan
Demikianlah pendekatan Filsafat Pendidikan Pancasila dalam pelaksanaan Pendidikan Di Indonesia, yang memiliki banyak kesimpulan diantaranya :
1. Bahwasanay Berawal dari pentingya masyarakat Indonesia memahami Makna Filsafat Pancasila, mengingat Pancasila merupakan asas Hidup Bangsa Indonesia, sehingga dengan memahami Idiologinya maka akan memahami Pula bangsanya ini
2. Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Tujuan proses perkembangan itu secara almiah adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang paling alamiah adalah bertumbuh menuju tingkat kedewanaan, kematangan. Potensi ini akan dapat terwujud apabila prakondisi almiah dan sosial manusia bersangkutan memungkinkan untuk perkembangan tersebut, misalnya iklim, makanan, kesehatan, dan keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia. Kedewasaan yang yang bagaimanakah yang diinginkan dicapai oleh manusia, apakah kedewasaan biologis-jasmaniah, atau rohaniah (pikir, rasa, dan karsa), atau moral (tanggung jawab dan kesadaran normatif), atau kesemuanya, Dengan demikian jelaslah tidak mungkin sistem pendidikan Nasional dijiwai dan disadari oleh oleh Sistem Filsafat yang lain selain Filsafat Pancasila, Hal ini tercermin dalam UUD No 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Hubungan Pancasila Dengan Sistem Pendidikan Ditinjau Dari Filsafar Pendidikan, bahwasana pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari, dan untuk mewujudkan semua itu tidak lain hanyalah melalui proses pendidikan, seperti sila ketuhanan yang mah Esa Secara Tersirat mengandung makna bahwasanya Setiap Rakyat harus memiliki Jiwa Yang beriman dan Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha esa menurut Keyakinannya masing-masing, dan disitulah peran Filsafat untuk mempertanyakan sispa Tuhannya dan bagaimana alam ini terbentuk, sehingga akan menimbulkan rasa saling menghargai antar satu dengan yang lain.


Daftar Pustaka

1. Prof.Dr H. Jalaludin dan Prof Dr Abdullah idi, M.ed, Filsafat Pendidikan, (Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2007).
2. Nunu Heryanto, pentingnya landasan filsafat ilmu pendidikan Bagi pendidikan, www. one.indoskripsi.com
3. Widana Putra, Filsafat Pendidikan, www.widanan putra.blogspot.com

1/22/2009

Latar Belakang Kelahiran dan Makna Filosofis PMII


Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:

1. Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
2. Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
3. Pisahnya NU dari Masyumi.
4. Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
5. Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota bene HMI adalah underbouw-nya.

Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Organisasi-organisasi pendahulu

Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.

Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma'il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.

Konferensi Besar IPNU

Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:

1. A. Khalid Mawardi (Jakarta)
2. M. Said Budairy (Jakarta)
3. M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4. Makmun Syukri (Bandung)
5. Hilman (Bandung)
6. Ismail Makki (Yogyakarta)
7. Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
8. Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
9. Laily Mansyur (Surakarta)
10. Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
11. Hizbulloh Huda (Surabaya)
12. M. Kholid Narbuko (Malang)
13. Ahmad Hussein (Makassar)

Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.

Deklarasi

Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang,Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf "P" merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.

Independensi PMII

Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.

Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain.

Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.

Makna Filosofis PMII
Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya.

Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.

“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka, progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).

Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45.